Selasa, 16 Desember 2008

Resensi Novel

RESENSI NOVEL
“KARENA ANAK KANDUNG”




SINOPSIS

Novel Karena Anak Kandung ini menceritakan tentang perjalanan hidup Khairil dengan keluarganya dan anaknya. Dia berjuang dan bekerja keras untuk anaknya agar anaknya bisa senang dikemudian kelak tidak tenggelam dalam lautan kemelaratan. Harapan Khairil anaknya bisa sekolah tinggi dan bisa senang tidak seperti kedua orang tuanya yang sengsara.
Tetapi dalam perjuangan dan kerja keras Khairil, ia mendapat berbagai macam cobaan, mulai dari dicaci maki olek Kakak Ipar istrinya, bercerai dengan istrinya, sampai-sampai berpisah dengan anaknya Novian.
Khairil tetap sabar meski harus di caci maki oleh kaka Ipar Istrinya, karena ia tidak dapat menafkahi istrinya (Rohana)/kaka Rukayah dengan cukup malah lebih. Sampai-sampai Khairil harus bercerai dengan Istrinya Rukayah karena Rukayah sudah terpengaruhi oleh St Malakewi (kaka iparnya) hingga Rukayah menikah dengan Jamali yaitu masih saudara St Malakewi. Semenjak Khairil bercerai dengan istrinya ia pun harus berpisah dengan anaknya Noviar. Begitu banyak cobaan/rintangan yang harus dihadapi Khairil. Ia pun pernah menculik anaknya hanya karena ia masih bertemu dengan anaknya dan karena dia tidak mau anaknya menjadi terlantar.
Tetapi setelah Rukayah bercerai dengan Khairil dan berpisah dengan anaknya Noviar. Ia sadar kalau selama ia hidup bergelimang harta tanpa buah hati Noviar sangat tersiksa sampe-sampe ia lari meninggalkan rumah. Karena ia merindukan keluarga yang harmonis seperti yang dijalani dulu ma Khairil.
Setelah Rukayah sadar dengan perlakuannya yang tidak pantas itu. Khairil sudah menjadi orang yang mapan (sudah punya pekerjaan) lebih baik daripada dulu masih dengan Rukayah. Tanpa disengaja Khairil bertemu dengan Asni yaitu mantan pacar Khairil sebelum menikah dengan Rukayah. Asni masih tetap sendiri karena ia masih belum bisa melupakan Khairil dalam hatinya.
Semenjak pertemuan itu Khairil pun sempet pengen menjalani hidup dengan Asni tapi Khairil berfikir berulang-ulang tentang keputusan itu karena disisi lain Khairil masih ada cinta. Cinta lama bersemi kembali, tapi di sisi lain Khairil masih punya Noviar buah hatinya. Kalau seandainya ia kembali pada Asni di takut Asni tidak menerima Noviar dan tidak mau me-anak tirikan Noviar buah hati yang paling disayanginya. Setelah berfikir berulang-ulang ia mengambil keputusan. Ia tidak mau menganaktirikan buah hatinya, ia hanya mau memenuhi kewajibannya dengan tulus dan ikhlas terhadap darah dagingnya sendiri, ia hanya ingin memenuhi kewajiban seorang ayah kepada anak kandungnya.

C. UNSUR INTRINSIK
1. Penokohan
- Khairil
- Rukayah
- Noviar
- St Malakewi
- Rohana
- Dt Nakodoh
- Jamali
- Azwar
- A. Palindih
- Ma Ebot
- Asni
2. Tema
- Keluarga
3. Amanat
- Jangan gampang terpengaruh oleh orang lain !
- Jadilah orang yang bertanggung jawab !
- Pikir-pikir dahulu sebelum mengambil suatu keputusan !
4. Alur
- Maju
5. Latar
a. Tempat
- Rumah
- Halaman rumah
- Kebun Raya Bogor
- Stasiun
b. Waktu
- Pagi
- Siang
- Sore
- Malam
6. Waktu
- Sudut pandang orang ke 3
7. Gaya Penulisan
- Gaya Penulisan banyak menggunakan bahasa daerah (Padang/Sumatra), agak melayu, dan bahasa asing seperti Belanda.


















BAB I
KORBAN MALESE

- Nasibnya tidak akan diserahkannya begitu saja kepada “Takdir”, sebelum segala ikhtiar dan daya upaya dihabiskannya lebih dahulu.
- Menyerah artinya alah … kealahan itulah yang membawa kecewa dan penderitaan. Ia maklum, penderitaan itu bukan akan ditanggung dirinya sendiri saja, tetapi istri dan anaknya yang masih kecil tak berdaya itu. Mesti pula turut merasakan hal itu bersama-sama.
- Tetapi Noviar tak mungkin akan dibiarkannya tenggelam dalam lautan kemelaratan. Malase tidak boleh mempengaruhi nasib jantung hatinya itu. Ia akan berkelahi sampai datang ajalnya semata-mata untuk anaknya. Ia mesti menang dan kemenangan itu untuk anaknya belaka.


















BAB II
HARTA DAN BUDI

“Biarlah …,” kata Khairil dalam hatinya sambil berusaha menghilang-hilangkan segala kejadian itu dari ingatannya. “ Asal Rukayah masih setia kepadaku, aku tidak akan memperdulikan topan yang berhembus dari luar itu. Hangat-dingin akan kutahan, asal anak-istriku dapat hidup.”
Segala cobaan yang terjadi atas dirinya itu memberi keinsafan benar-benar kepada Khairil, bahwa uang itu sungguh besar kuasa dan pengaruhnya di atas dunia ini. Dengan uang dapat disampaikan segala maksud yang sulit-sulit dan dengan uang itu juga dapat diputuskan pertalian silaturahmi seseorang yang sedang hidup dengan rukun dan damai. Terasa benar kepadanya akan kata-kata orang yang mengatakan: Hilang bangsa tak beruang, hilang rona dek penyakit. Dahulu semasa tampuknya masih bergetah, berpencarian cukup setiap bulan, berusaha benar mereka itu mengambil hatinya, tetapi sesudah mereknya turun, bukan saja dilengahkan bahkan mau mengusirnya berterang-terang. Budi dan bahasa seakan-akan tak berharga lagi karena sudah dialahkan dering mata uang.














BAB III
PENGARUH UANG

Sebuah sado yang tertutup dengan kain kain layar, berlari perlahan lahan mendaki jalan pacuan kuda Bukit Ambacang dalam hujan badai itu.Sekali sekali kedengaran bunyi cambuk kusir yang menyuruh kudanya berlari agak kencang sedikit supaya lekas ke tempat yang dituju. Tetapi bagaimanapun kerasnya cambuk dipukulkan ke punggungnya, namun jalan kuda itu tetap jua sebagai semula seakan akan tak mengindahkan perintah tuannya. Sebenarnya kuda yang malang itu pun seperti tak bergaya lagi melakukan kewajibannya menempuh hujan badai yang sedahsyat.
Khairil tegak termenung, memandang ke jendela dengan kesal dan bimbang. Ketika itulah terbayang dalam hatinya, umpan yang dipasang St. Malakewi sudah termakan benar benar oleh seisi rumahnya, bahkan oleh Rukayah sendiri. la tak percaya, tidak ada seorahg jua di antara isi rumah itu yang tak terbangun men¬dengarkan pukulan dan teriaknya yang keras itu. Sekarang baru¬lah ia mengerti akan perubahan perubahan yang terjadi dalam beberapa bulan yang terakhir, baik dari pihak keluarga ataupun dari Rukayah sendiri.













BAB IV
KEHILANGAN HAK



Sekarang dengan tidak disangka-sangka anak dan bapak itu telah dipertemukan Tuhan dengan tiba tiba, sebagai ada gerakan batin rupanya yang menyu¬ruh Noviar menantikan bapaknya di pintu gerbang. Ditimang dan dipeluknya anaknya itu berulang ulang, sebagai orang yang baru bertemu sesudah bercerai bertahun tahun. Tiadalah diketahuinya Rukayah telah berdiri di dekatnya dengan angkuh serta meman¬dang kepadanya dengan pandang yang tajam. Mendengar suara Rukayah yang keras sebagai memerintahkan supaya Noviar pulang, barulah ia tahu bahwa perempuan itu hanya beberapa langkah saja dari tempatnya berdiri.
“Noviar akan kubawa palang ... lepaskanlah ... !” kata Ruka¬yah dengan sombongnya, sebagai orang yang tak mengindahkan dan tak kenal akan orang yang memangku anaknya itu. Matanya memandang Khairil dengan tajam, mengandung penghinaan.
Menggigil Khairil menahan panas hatinya mendengar perkataan jandanya yang tak ubahnya sebagai tak tahu bahwa dalam badan Noviar ada juga mengalir darahnya sebanyak darah yaqg diturun¬kan oleh ibunya. Perkataan yang demikian hanya boleh dikata¬kannya kepada orang lain, tetapi kepada Khairil, bapak Noviar, tak boleh ia berkata begitu.
Hampir keluar dari mulut Khairil, perkataan yang sepadan un¬tuk pengajar mulut jandanya yang lancang itu, tetapi entah karena tak pandai mengucapkan kata kata yang menyakiti hati orang lain, maka ia pun menjawab dengan sabar dan lembut saja, “Rukayah ... kau lupa agaknya bahwa perbuatanmu ini amat ke¬jam. Bukan untuk diriku sendiri saja tetapi juga terhadap anak kita.”



BAB V
GADIS PENUTUP MALU

“Mamak,” katanya dengan penuh pengharapan disertai permohonan yang sangat, “aku berjanji akan menurut nasihat Mamak, tetapi dalam pada itu aku pohonkan, tunjukilah kiranya aku jalan bagaimana caranya supaya anakku dapat berhubungan dengan bapaknya. Tentu saja cara yang halus, hendaknya sebagai kata orang: Tepung jangan terserak, rambut jangan putus, sehingga kedua belah pihak dapat bersama sama bersenang hati. Tak mungkin, tidak ada ketentuan menurut sepanjang adat dan keten¬tuan yang berdasarkan keadilan, mengatakan seorang tidak dapat sedikit jua menuntut haknya atas anaknya sendiri.”
“Sebetulnya, Khairil,” kata Dt. Nakodoh dengan bersukacita dalam hatinya, karena akan dapatlah ia meluluskan maksudnya kepada Khairil, “seorang bapak terus berhak atas diri anaknya, bagaimanapun orang berusaha hendak menceraikan kedua pihaknya, saya percaya usaha itu akan sia sia saja. Biarlah umpamanya mereka itu pada awalnya seakan akan berhasil, tetapi kalau anak itu sudah berakal bapak kandungnya tidak akan dilupakannya. Waktu itulah mereka akan mengaku kalah dan di sanalah engkau akan menerima hakmu kembali.”
“Tunjukkanlah, Mamak, apakah yang mesti kulakukan,” sahut Khairil dengan pengharapan yang sangat. Di mukanya ter¬bayang tanda kepercayaan akan mendapat pertolongan dari mamaknya.
“Jika kau masih meranda, yakinlah engkau maksudmu itu takkan dapat kau langsungkan,” jawab Dt. Nakodoh dengan tetap. “Tapi ada jalan yang mesti kau tempuh akan menutup fitnah yang bukan bukan itu terhadap dirimu. Engkau tak usah gentar lagi menemui anakmu walau di mana sekalipun. Jandamu boleh membuka mulutnya selebar lebarnya, apa yang dikatakannya tidak akan dipercayai orang lagi. Lebih lebih kalau gantinya itu, lebih pula daripada yang hilang.”



BAB IV
MEMPEREBUTKAN ANAK

Dengan tidak berbunyi bunyi dan dengan lagak yang menyakitkan hati direbutnya Noviar dari pangkuan Khairil, lalu bergegas naik rumah. Baru saja anak yang belum puas melepaskan rindu dendamnya dengan bapaknya itu terlepas dari pangkuan bapak¬nya, ia pun menangis sambil menggeliat geliatkan badan supaya bebas dari genggaman ibunya.
“Rukayah ... !” kata Khairil dengan bingung bercampur marah, sambil melangkah hendak melepaskan anaknya. “Lepaskan … !” katanya pula setengah berteriak, sebagai orang memerintah.
Noviar yang rupanya telah teramat rindu pula akan bapaknya, memeluk leher Khairil dengan kedua tangannya yang kecil dan lemah itu, seakan akan meminta supaya ia jangan ditinggalkan pula. Sebagai lebih suka ia tampaknya menurutkan bapak kan¬dungnya daripada tinggal bersama sama dengan bapak tiri yang menggelapkan keriangannya selama ini.
Ketika Khairil beragak hendak membawa Noviar ke rumah orang tuanya, nenek, anak itu segera atang tergesa gesa meng¬halangi maksudnya.
“Tidak ... jangan ... janganlah anak itu dibawa Khairil,” kata orang tua itu dengan masam mukanya. “Bagaimanakah kata ibu¬nya kepadaku nanti, jika anaknya tidak ada, takut aku kena marah. Jangan Khairil! ... jangan .....”
Khairil menggigit bibir menahan panas hatinya, ketika mendengar perkataan itu dan memandang wajah bekas mertuanya yang masam itu. Tidak mengerti ia, apakah sebabnya, bukan Rukayah saja, bahkan.seisi rumah berusaha menggali jurang untuk memperenggang perhubungannya dengan anaknya sendiri.
“Ibu,” katanya dengan pedas dan tajam. “Lupakah Ibu agaknya bahwa Noviar ini anak kandungku .... Kalau hal itu Ibu ingat, Ibu tentu akan merasa sendiri, bahwa sekali kali tak pantas Ibu melarang aku membawa dia. Orang lainkah aku bagi Noviar, maka seisi rumahnya sepakat selalu menghalang halangi pergaul an kami?”

BAB VII
MENINGGALKAN ANAK


Sesudah memberi selamat tinggal kepada sekalian kerabat istri¬nya dan perempuan perempuan yang sengaja datang akan melepas mereka, Jamali mencium Noviar beberapa kali sebagai akan me¬nunjukkan penyesalannya karena anak itu tidak boleh dibawanya bersama sama. Rukayah naiklah ke atas mobil memangku anak¬nya yang tak mau melepaskan ibunya.
Sebentar lagi ... anak yang malang itu akan menjadi anak yatim meskipun ibu bapaknya tempat ia menggantungkan hidupnya masih ada di atas dunia ini, tetapi ia akan tinggal sebatang kara, jauh dari ibu bapak yang dahulu senantiasa selalu ada di sisinya.
Tatkala mesin mobil mulai berputar, barulah terasa benar kepada Rukayah bagaimana beratnya perceraian dengan anak yang dilahirkan dan dibesarkannya sendiri, tetapi perasaan itu lekas pula dapat dihilangkannya, dengan mengingat bayangan hidup yang telah bersedia menanti kedatangannya.
Sekarang Noviar harus bercerai dengan ibunya, ibu yang telah
menjadi hak orang lain. Ia mesti tinggal, entah berapa lamanya jauh dari orang yang dikasihinya. Mobil beringsut lambat lambat, Noviar yang masih belum dapat dibujuk supaya lepas dari pangkuan ibunya terpaksa direbut dari bawah dengan kekerasan. Sungguhpun segenap tenaganya telah dikeluarkannya memeluk leher ibunya.








BAB VIII
MUSHAF


Rukayah sebenarnya sudah mengetahui kemuliaan hati balunya itu semasa ia masih hidup bersama sama sebagai suami¬ istri, maklum akan yang disusahkan dan yang digembirakan Khairil ketika akan bercerai dengan Noviar. la mengaku sudah se¬pantasnya ia menerima pembalasan dari Khairil atas perbuatannya yang sudah sudah, tetapi rupanya balunya itu belum berubah, ia tidak mau menghukum orang lain walaupun pada suatu masa orang itu sudah berdosa besar kepadanya. Mengingat kejujuran Khairil sekarang terhadap dirinya, malu ia akan dirinya sendiri mengingat perbuatannya yang sudah sudah meracun dan menya¬kiti hati laki laki yang muliawan itu. Kalau Noviar ditahannya dengan kekuasaannya sebagai bapak, apalah dayanya, akan kuruslah ia menahan rindu. Apalagi karena Khairil tahu bahwa Rukayah sendirilah yang menghendaki anaknya, dapatlah kesem¬patan yang baik baginya akan membalaskan sakit hatinya. Telapi sifat yang demikian rupanya sampai sekarang belum timbul dalam darah anak muda itu. Tepekur Rukayah memikirkan kemuliaan hati laki laki itu dan ketika itulah ia merasa menyesal atas perbuatannya yang sudah sudah membatas batas antara bapak dengan anaknya sendiri.
Mulia hatimu, Khairil!” kata dalam hatinya. “Engkau sudah merasai sendiri bagaimana pedihnya menerima hukuman yang dengan sengaja kuperbuat untukmu, tetapi engkau tak mau meng¬adakan pembalasan, walaupun seluruh dunia akan membenarkan¬nya dan tidak akan mengumpatmu kalau engkau kerjakan. Memang demikianlah sifatmu sejak dahulu, itulah pakaianmu yang tak luntur luntur rupanya sampai sekarang.”
Di muka Rukayah terbayang penyesalan yang tak ada hingganya dan ketika itulah pula ia teringat akan penghidupannya yang lama sebelum menjadi istri orang kaya yang selalu berusaha akan memisahkannya dengan anaknya sendiri itu. Tetapi kemudian ia merasa malu pula akan dirinya; bukankah dengan sukanya sendiri bapak anaknya yang budiman itu dienyahkannya sebagai membuang barang yang tak berharga? Dan lagi tidak guna pula ia berpikir sebagai itu, bukankah ia sekarang telah menjadi istri yang wajib berbakti kepada suaminya?

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Lucky Club Casino Site | LuckyClub
    Welcome to the Lucky Club Casino Site. Your chance to claim your Welcome bonus is yours to win the cash prize. You'll receive weekly cash prizes, Bonus: 100% luckyclub.live up to €150Slots: 500+

    BalasHapus
  3. Caesars, Harrah's, MGM to open new gaming, retail
    (WBTV) - Caesars Entertainment Inc. 양산 출장샵 has named new 거제 출장안마 president 목포 출장샵 of 용인 출장안마 tribal gaming operations Caesars Entertainment Inc. 양산 출장안마 after the

    BalasHapus